Apa kata yang terbesit ketika mendengar kata pahlawan? Menurut KBBI, pahlawan berarti mereka yang berjuang dengan gagah berani. Melihat dari segi etimologis, pahlawan berasal dari kata pahala ditambahkan suffix ‘wan’. Jika digabungkan, akan menjadi kata pahlawan yang berarti orang yang akan mendapatkan pahala ketika menolong orang.
Paradoks dan Definisi
Kita sering mengidentikkan pahlawan dengan penghargaan dan pengakuan yang dibuktikan dengan label “Revolusi”, “Reformasi”, “Kemerdekaan” dan sebagainya. Sehingga, ketika tidak ada label ini, jasa kita tidak diakui oleh Negara. Penggolongan ini sangat ekslusif karena hanya orang-orang tertentu saja yang boleh masuk ke dalam kelas ini. Padahal, semua orang merupakan pahlawan bukan karena nama besarnya, melainkan sikap dan perbuatannya.
Contoh, ketika seorang anak kecil membantu nenek menyebrang jalan, apakah itu bukan merupakan tindakan kepahlawanan? Atau anak muda mengembalikan dompet seorang pengusaha dan tidak mengambil sepeser pun. Masih banyak lagi contoh kecil dari perbuatan kita sehari-hari yang tergolong sifat kepahlawanan. Oleh karenanya, kita perlu meredefinisi arti pahlawan.
Pahlawan tidak hanya seseorang yang gagah berani. Sifat gagah berani ini lebih merupakan output dari hasil dialog kita dengan diri maupun lingkungan. Menurut penulis, pahlawan merupakan orang yang rela berkorban dan telah menyingkirkan egoisme, ketakutan, serta keraguannya untuk bisa berkontribusi terhadap sekelilingnya. Artinya, siapapun bisa berkontribusi berdasarkan kemampuannya masing-masing. Tidak terlepas dari mereka yang menyandang nama besar. Ada inklusivitas dalam pengertiannya. Sehingga, jika berdasarkan definisi ini, kita bisa mengkategorikan semua orang sebagai pahlawan.
Revitalisasi Sifat Kepahlawanan
Bung Karno, Bung Hatta, Sjahrir, Hamka, dan Natsir adalah segelintir pahlawan yang telah berjasa besar dalam kemerdekaan kita. Tidak hanya mereka saja, namun ada juga para pejuang daerah yang namanya tidak terlalu familiar tapi berjasa besar bagi bangsa. Di Bogor misalnya, ada K. H. Soleh Iskandar. Namanya telah diabadikan sebagai nama jalan protokol. Perjuangannya di kota Bogor juga patut diapresiasi. Belum lagi K. H. Tubagus Muhammad Falaq yang merupakan kyai nasionalis-religius. Bahkan dua nama (dengan K.H. Abdullah Nuh juga) diajukan oleh Bima untuk diberi gelar pahlawan.
Tak ayal, semua nama-nama ini punya jasa dan jejak kepahlawanannya. Perjuangan serta pemikiran mereka meletakkan fondasi bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik secara eksplisit maupun implisit. Mereka telah tiada memang, tapi semangatnya tetap terwariskan kepada generasi selanjutnya. Atau benarkah demikian?
Kita harus lihat dua sisi. Pertama, melihat kasus ke belakang, masyarakat kita seakan mengendur semangatnya untuk berkontribusi merawat Indonesia. Mulai dari kasus intoleransi, korupsi, kriminalitas, dan masih banyak lagi. Terlebih lagi, adanya hoaks yang berusaha memecah belah rakyat kita dengan sajian informasi yang terlihat benar namun penuh dengan kepalsuan. Kita pun bertanya-tanya, apakah semangat founding fathers kita tidak terwariskan?
Namun, di sisi lain, ada semacam revitalisasi terhadap semangat juang yang diwariskan oleh para pahlawan kita. Dan, fenomena ini sangat jelas terlihat ketika masa COVID-19. Banyak yang berinisiatif menggalang donasi, menyediakan kanal informasi, dan juga menyebarkan pesan semangat. Semua itu dilakukan dengan mengandalkan teknologi. Tapi Yang terpenting, di masa ini, rakyat Indonesia menunjukkan sifat kepahlawanan dan solidaritas dengan jalur yang bervariasi.
Sehingga, semangat kepahlawanan tidak lagi hanya mengenang jasa pahlawan melalui lagu seremonial di sekolah atau demonstrasi di jalanan. Meksipun, itu juga menunjukkan kerelaan berkorban kita. Namun, dengan banyak cara, kita telah mewarisi semangat juang para pahlawan Indonesia.
Melalui komunitas misalnya, di Bogor ada banyak anak muda yang meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya bahkan materi untuk kepentingan publik. Misalnya Bogor Mengabdi dan organisasi penulis ENERGI Bogor. Meskipun corak pergerakan berbeda, tetapi satu niat dan satu nafas, yakni kepentingan kota tercinta.
Pada intinya, ada banyak bentuk ekspresi untuk menunjukkan kontribusi terhadap bangsa. Yang paling penting, apa yang kita lakukan ini berdasarkan hati nurani dan juga kompetensi yang dimiliki. Tidak perlu sama bentuk kontribusinya karena manusia dilahirkan dengan beragam potensi. Semakin beragam kontribusi, maka semakin baik.